Evolusi Teori Propaganda
Penulis: Muhammad Alifuddin
Jejak arkeologis dari peradaban kuno telah memperlihatkan peninggalan
berharga seperti baju, istana, patung dan berbagai catatan tertulis. Sejumlah
peninggalan tertulis seperti Analects karya Kong Hu Cu merupakan
ringkasan prestasi penguasa yang digunakan untuk memobilisasi dukungan rakyat.
Prestasi penguasa itu dipaparkan secara berlebihan sehingga muncul mitos dan
berbagai kepercayaan di kalangan massa akan kehebatan dan keperkasaan para penguasa.
Kepercayaan yang hidup dalam masyarakat yang berasal dari kitab-kitab
peninggalan lama menunjukkan teknik propaganda telah lama dipakai dalam
berbagai peradaban. Penguasa merasa berkepentingan untuk membangun citra
dirinya dihadapan rakyatnya. Bila citra agung telah ditetapkan dalam berbagai
catatan yang boleh diketahui rakyat maka penghormatan dan otoritasnya dipercaya
akan menguat.
Dalam berbagai penemuan sejarawan, terbukti bahwa tidak semua penguasa
peradaban lama bebas dari bentuk-bentuk sifat jahat dan otoriter. Sifat
diktatorial sering muncul dalam diri penguasa lama meskipun telah digambarkan
sebagai penguasa yang adil dan jujur. Kontras antara sifat penguasa yang
ternyata kejam dengan gambaran tertulis bahwa penguasa itu adil merupakan
sebuah bukti bahwa para penguasa lama dan demikian juga terlihat dari penguasa
modern ingin dilukiskan sebagai raja atau penguasa yang baik.
Teori Lama
Studi secara sistematik yagn dilakukan di Barat terhadap teori-teori
propaganda dimulai dengan perkembangan di Athena pada tahun 500 SM. Saat itu
studi tentang propaganda disebut sebagai retorika yang berarti “teknik-teknik
para orator”.
Trik-trik menggunakan bahasa yang mantap diwarnai dengan humor, ditambah
dengan argumen yang logis dipraktekan para pengacara, demagog dan politisi.
Para guru etika seperti Isocrates, Plato dan Aristoteles menyimpulkan retorika
sebagai :
1.
Membuat argumen mereka dan
para siswanya lebih persuasif.
2.
Mendesain propaganda tandingan
yang dilontarkan musuhnya
3.
Mengajari siswanya bagaimana
mendeteksi logika yang salah dan seruan emosional demagog.
Para pengkaji soal retorika juga telah mengkaji apa yang sekarang disebut
sebagai masalah kredibilitas sumber. Misalnya apa yang dikatakan pembicara atau
upaya meyakinkan bahwa ia menceritakan kebenaran dan berniat baik.
Di peradaban lain ternyata terdapat pula hal yang sama. Di India kuno,
Budha dan di Cina kuno, Kong Hu Cu - seperti halnya Plao, menggunakan sesuatu
yang dapat dipercaya, retorika “baik” dan bentuk yang “pantas” dalam menulis
dan berbicara sebagai alat untuk membujuk manusia.
Menjelang tahun 400 SM di India, Kautilya seorang Brahmana yang diduga
menteri besar dalam Kekaisaran Candragupta Maurya menulis Arthashastra
(Prinsip-prinsip Politik), sebuah bukun nasihat bagi para penguasa yang sering
dibandingkan dengan Republic karya Plato dan The Prince karya Machiavelli.
Kautilya membahas penggunaan perang psikologis baik yang tebuka maupun
rahasia dalam upaya mengganggu militer musuh dan merebut ibu kota. Ia menulis
bahwa propagandis raja harus menyatakan bahwa ia bisa mempraktekan sihir,
Dewa dan orang-orang bijaksana di pihaknya dan bahwa semua orang mendukung
tujuan perangnya yang akan meraih manfaat. Dalam cara-cara rahasia, agen-agen
propagandis harus menyusup ke kubu musuh untuk menyebarkan berita yang salah
diantara rakyat di ibu kota, diantara kalangan pemimpin dan militer.
Nasihat yang sama juga dilontarkan oleh Sun Tzu dalam karyanya Ping-fa (The
Art of War) yang menulis pada periode sama. “Semua perang”, katanya.
“berdasarkan pengelabuan. Oleh karena itu, ketika mampu menyerang, kita harus
terlihat tidak berdaya, ketika kita menggunakan kekuatan, kita harus terlihat
tidak aktif, ketika kita dekat, kita harus membuat percaya bahwa kita sangat
jauh, ketika kita berada jauh, kita harus membuat mereka yakin kita dekat.
Tahan musuh, munculkan kekakaucan dan serang mereka”.
Teori Modern
Teori-teori modern tentang propaganda mulai muncul kembali setelah Revolusi
Industri yang dimulai dengan pemanfaatan untuk meraih untung sebanyak-banyak
dari produksi massal. Pada abad ke-20 para peneliti mulai mengadakan studi
tentang motivasi pembeli dan responsnya terhadap berbagai penawaran, iklan dan
teknik marketing lainnya.
Sejak 1930-an sudah ada “survai konsumen” seperti survai opini publik.
Hampir setiap variabel yang mempengaruhi opini, keyakinan, sifat-sifat yang
sugestif dan perilaku konsumen dari berbagai kelompok, sub kelompok dan budaya
di beberapa negara besar telah diteliti.
Sebelumnya pada awal 1920-an, telah berkembang kesadaran diantara para
pengkritik bahwa perpanjangan dari Pemilu dan daya beli yang meningkat
sampai kepada masyarakat biasa telah dimanfaatkan oleh para demagog dan
propagandis yang menggunakan mitos,cerita-cerita dan imbauan yang utopis.
Studi lebih lanjut pula muncul seperti ditulis ilmuwan Amerika Harold D
Lasswell dalam karyanya Propaganda Techinuque in the World wAr. Buku ini
melukiskan dan menganalisa propaganda secara besar-besaran yagn dilakukan
negara yang bermusuhan pada Perang Dunia I. Kemudian muncul pula studi
propaganda komunis dan berbagai bentuk komunikasi. Dalam beberapa tahun
kemudian banyak ilmuwan sosial disamping sejarawan, wartawan dan psikolog yang
melahirkan berbagai bentuk publikasi yang menganalisa propaganda militer,
politik dan komersial. Pada Perang Dunia II dan Perang Dingin antara AS dan Uni
Soviet, banyak peneliti dan penulis melakukan propaganda.
Pada perjalanan sejarah teori-teori propaganda terlihat adanya satu benang
merah tentang dasar-dasar yang menjadi teori propaganda. Di satu pihak ada
kelompok yang berusaha membentuk pikiran massa demi keuntungan penguasa atau
mereka yang memiliki akses terhadap kekuatan ekonomi dan militer. Merekalah
yang merancang berbagai teori dan konsep untuk melakukan propaganda.
Di sisi lain terdapat obyek yang jadi sasaran dari propaganda. Mereka
inilah yang merupakan kelinci percobaan berbagai teori lama maupun modern.
Dalam alam modern maka teori propaganda digunakan baik di bidang militer,
ekonomi maupun politik. Meskipun demikian banyak kritik dilontarkan terhadap
kelompok yang memanfaatkan rendahnya pendidikan masyarakat demi keuntungan
mereka yang berkuasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar